KALIMANTAN BARAT
Anggaran Rp15 Miliar untuk Mobil Dinas, Pemprov Kalbar Dinilai Abai Prioritas Publik.
BorneoKita.co.Id; Pontianak . – Rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) mengalokasikan Rp15 miliar untuk pengadaan kendaraan dinas dalam APBD 2025 menuai sorotan tajam. Meski Sekda Kalbar dr. Harisson menyebut kebijakan ini sebagai bagian kecil dari efisiensi anggaran, sejumlah pihak mempertanyakan urgensinya di tengah banyaknya kebutuhan dasar rakyat yang belum terpenuhi.
Sebelumnya Harisson menjelaskan bahwa Pemprov telah berhasil menghemat Rp322 miliar dari efisiensi perjalanan dinas dan kegiatan seremonial yang tak berdampak langsung terhadap kesejahteraan. Namun ironisnya, sebagian dari dana efisiensi tersebut justru dialokasikan untuk pembelian mobil dinas baru, bukan sepenuhnya untuk sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, atau pemulihan ekonomi pasca pandemi.
“Anggaran Rp15 miliar itu sangat kecil dari total Rp1,2 triliun belanja program publik yang ada,” klaim Harisson, Kamis (12/6/2025).
Namun, fakta bahwa kendaraan lama yang masih layak digunakan digantikan demi "kenyamanan tamu VIP" menjadi pertanyaan publik. Pemprov menyebut beberapa kendaraan seperti Nissan Serena tahun 2007 dan bus 2010 sudah tidak layak, padahal di banyak daerah lain, kendaraan sejenis masih digunakan untuk keperluan operasional tanpa menggangu kinerja pemerintahan.
Pengamat kebijakan publik menilai pembelian kendaraan dinas baru seharusnya menjadi opsi terakhir, bukan prioritas karena termasuk belanja yang tidak memberi dampak langsung kepada layanan publik sebagaimana dituliskan dalam intruksi Presiden perihal efesiensi . “Alih-alih membeli mobil baru, mengoptimalkan kendaraan yang ada atau menggunakan skema pinjam pakai dari instansi vertikal bisa menjadi pilihan. Apalagi kita bicara anggaran yang sangat besar,” ujar salah satu pengamat fiskal di Kalbar yang enggan disebutkan namanya.
Langkah Pemprov yang tetap memaksakan pengadaan kendaraan ini menciptakan kesan bahwa efisiensi hanyalah narasi, bukan kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan mendesak masyarakat. Sementara itu, masih banyak persoalan publik yang belum terselesaikan: jalan Porivinsi yang rusak, gizi buruk, dan ketimpangan akses pendidikan.
Publik berharap Gubernur dan TAPD Kalbar bersikap lebih bijak dan terbuka terhadap kritik masyarakat, terutama menyangkut penggunaan uang rakyat. Transparansi dan kepekaan sosial menjadi hal mendasar dalam setiap kebijakan penganggaran, bukan sekadar alasan teknis dan administratif dan lebih mengutamakan kepentingan rakyat di Kalimantan Barat. (BK.Red)